IKLAN
- See more at: http://www.seoterpadu.com/2014/11/cara-membuat-banner-iklan-animasi-keren.html#sthash.QdQTyv9y.dpuf
Jumat, 14 November 2014
Hukuman Tegas Koruptor
Baru saja kita merayakan pesta demokrasi yang ada ditanah air tercinta. Berbagai macam persepsi masyarakat menanggapi kegiatan pemilu yang baru saja kita laksanakan beberapa pekan belakangan ini. Ada yang menanggapi bahwa pelaksanaan “pemilu tahun ini sudah membuat rugi negara dengan banyaknya surat surah yang tidak sah” dan ada pula yang berpendapat “jadi atau tidak jadinya dia anggota Dewan kami tetap saja seperti ini”. Itulah yang terjadi pada negara kita saat ini. Masing-masing setiap orang yang mapan dari segi ekonominya berambisi untuk menjadi pemimpin dan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Toh nyatanya negara ini belum hilang dari budaya korupsi. Berbicara mengenai korupsi yang ada di Indonesia sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna ‘busuk’, ‘rusak’, ‘menggoyahkan’, ‘memutarbalik’, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Bagai Limau masam sebelah, seperti itulah hukuman yang diberikan kepada koruptor saat ini. Bukan saja sangat ringan, tapi jauh dari rasa keadilan, namun juga tidak menimbulkan efek jera. Tidak hanya dilihat dari hukuman badan yang relatif hanya sebentar, namun juga hukuman denda yang sangat tidak sepadan dengan kerugian yang diakibatkan. Ketidak adilan seperti itu, jelas membawa dampak yang sangat buruk. Dilihat dari stereotip publik, rakyat jelas sangat dirugikan. Bayangkan, ketika tidak tahu-menahu dengan pola para koruptor, pada saat itulah rakyat turut menanggung dampak ikutan dari korupsi itu sendiri. Sedangkan ditelisik dari sudut pandang koruptor, kondisi tersebut semakin menjauhkan dari efek jera. Koruptor tak takut-takut lagi merampok uang rakyat, karena secara kalkulatif, mereka masih untung sekeluar dari penjara.
Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’, meskipun Nash tidak menjelaskan had atau kifaratnya. Akan tetapi pelaku korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatan tersebut. Ta’zir ialah hukuman terhadap terpidana yang tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya di dalam nash. Hukuman ini dijatuhkan untuk memberikan pelajaran kepada terpidana agar ia tidak mengulangi kejahatan yang pernah ia lakukan. Jadi jenis hukumannya disebut dengan uqubah mukhayyarah ( hukuman pilihan). Perbuatan maksiat mempunyai beberapa kemiripan, diantaranya, mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu, makan harta riba dll. Maka perbuatan termasuk ke dalam jarimah ta’zir yang penting. Hal ini sejalan dengan Hadis Nabi SAW diriwayatkan oleh Jabir RA dari Nabi SAW, Nabi bersabda : “Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan perampas/pencopet”. (HR.Ahmad dan Tirmizy).
Sebagai aturan pokok, Islam membolehkan menjatuhkan hukuman ta’zir atas perbuatan maksiat, apabila dikendaki oleh kepentingan umum, artinya perbuatan-perbuatan dan keadaan-keadaan yang bisa dijatuhi hukuman ta’zir tidak mungkin ditentukan hukumannya sebelumnya, sebab hal ini tergantung pada sifat-sifat tertentu, dan pabila sifat-sifat tersebut tidak ada maka perbuatan tersebut tidak lagi dilarang dan tidak dikenakan hukuman. Sifat tersebut adalah merugikan kepentingan dan ketertiban umum. Dan apabila perbuatan tersebut telah dibuktikandi depan Pengadilan maka hakim tidak boleh membebaskannya, melainkan harus menjatuhkan hukuman ta’zir yang sesuai untuknya. Penjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan dan ketertiban umum ini,merujuk kepada perbuatan Rasulullah SAW, dimana ia pernah menahan seorang laki-laki yang dituduh mencuri unta, Setelah diketahui/terbukti ia tidak mencurinya, maka Rasulullah membebaskannya. Harapannya pada pemimpin mendatang agar lebih baik lagi dari pemimpin sebelumnya. Masyarakat saat ini sangat menunggu hadirnya sosok pemimpin seperti Rasulullah yang bisa memegang amanah, dapat menyampaikan kebenaran dan meluruskan kesalahan dan dapat dipercaya. Saat ini masyarakat menginginkan generasi “pelurus” bukan “penerus”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar